Ramayana ini, senasib
sepenanggungan dengan kisah epik lainya yang muasalnya sama-sama dari India,
Mahabarata, sesampainya di Indonesia lalu diaransemen ulang. Disesuiakan dengan
budaya lokal tentunya dan kemudian dianggap sebagai milik sendiri. kira-kira
begitulah.
Kisah Sukesi ini
sejatinya adalah sempalan cerita (carangan). Disebut sempalan, karena cerita
ini adalah cerita tambahan, tempelan atau sisipan dari kisah utama, hasil olah
"aransemen" karya anak bangsa, yang justru tidak dikenal dalam kisah
aslinya. Jangan tanyakan siapa pengarang atau penggubahnya, saya tidak tahu.
Karena mungkin masa itu penggubah cerita tidak terlalu dihargai hak
intelektualnya. Jadi miris, tidak mendapatkan royalti kan akhirnya!
Nah, setiap cerita
sempalan, biasanya sarat pesan, penuh pitutur (petuah, nasehat) dan tuladha
(contoh). Dengan kearifan tradisi, semua pesan ini dibungkus rapat dalam alur
cerita yang indah. Kalau kita tidak jeli, semuanya akan berlalu begitu saja,
tertutup oleh bungkus yang memang indah ini. Apalagi cerita ini, yang
bertemakan petuah yang menyerempet-nyerempet hubungan antara lelaki dan
perempuan.
Ya, dari dulu seks
jadi hal tabu dibicarakan secara terbuka. Sarananya? Ya, cerita macam inilah.
Kalau saya sebut di judul sebagai tradisi Jawa, sepertinya tidak tepat benar,
karena cerita ini juga dikenal di Sunda dan Bali.
Cerita ini biasanya
dipentaskan melalui pagelaran Wayang Orang atau Wayang Kulit (Jawa) dan Wayang
Golek (Sunda). Judul ceritanya bisa macam-macam, tapi biasanya tidak jauh dari:
Alap-alapan Sukesi (Kisah Sukesi), Laire Dasamuka (Lahirnya Dasamuka), Sastra
Jendra.
Kuno? Ndak relevan
lagi dengan kemajuan dan teknologi kekinian? Hambok, simak dulu, baru komentar!
Nah, bagaimana? Sekarang bolehkah saya dipersilahkan menuturkan rangkaian
cerita ini? Baik, jika demikian.
Kisah Ramayana tidak
dapat lepas dari peran tokoh sakti yang bernama Wisrawa, putra Resi Padwa.
Menurut silsilah, Wisrawa masih keturunan Batara Sambo. Sejak muda, Wisrawa
sudah terkenal sakti mandraguna, karena gemar bertapa dan terus ngengulang
(belajar) olah kanuragan. Setelah dewasa, Wisrawa menikah dengan Dewi Lokawati,
putri Prabu Lokawana yang juga raja negeri Lokapala. Dari perkawinan itu, lahir
seorang anak laki-laki yang diberi nama Wisrawana.
Setelah Prabu Lokawana
mangkat, atas persetujuan Putri Lokawati, Wisrawa dinobatkan sebagai pengganti
mertuanya menjadi raja Lokapala. Ketika memegang tampuk kerajaan, ia bergelar
Prabu Wisrawa. Ketika usia Wisrawa memasuki usia senja dan menjadi begawan
(pendeta), maka yang menggantikannya adalah Wisrawana yang akhirnya bergelar
Prabu Danaraja atau Prabu Danapati.
Selain Lokapala, ada
negara yang cukup masyur dalam cerita Ramayana, yaitu Alengka atau
Alengkadiraja. Nah, dalam kisah ini, Prabu Sumali, raja Alengka sedang pusing
berat. Anak perempuan semata wayangnya, Dewi Sukesi yang cantik bak bidadari
ogah disuruh kawin, biar usianya sudah sangat cukup. Tentu hal ini membuat
Prabu Sumali masygul, gundah hatinya. Apa kata rakyatnya jika putrinya yang
jelita ini menjadi prawan kasep.
Ya, putrinya hanya mau
menikah dengan laki-laki yang mampu menjelaskan padanya arti yang terkandung
dalam surat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Berkat ilmunya yang
tinggi, Prabu Sumali sebenarnya tahu isi dan arti surat itu. Dia tahu juga
siapa-siapa saja yang menguasai ilmu itu, tapi dia tahu betul bahwa
menjelaskannya kepada siapapun adalah terlarang, karena itu rahasia Dewa.
Sudah ratusan kali dia
menjelaskannya pada putrinya, tapi Dewi Sukesi tetap ngeyel saja. Putrinya
percaya, suatu hari akan datang laki-laki jodohnya yang sanggup menjelaskan
padanya arti surat itu. Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu!
Meskipun tanpa koran,
tanpa impotemen, tanpa hape apalagi internet, kabar itu sudah menyebar ke
seluruh dunia (pewayangan). Tidak ada laki-laki yang tidak tertarik oleh
wanginya mawar Alengka yang seksi dan semloheh ini. Bermacam bujukan, rayuan
bahkan ancaman ditujukan kepada sang Putri dan bapaknya. Tapi Sukesi tetap
bergeming. Dan meskipun nggondok, tapi tidak ada seorang calonpun yang berpikir
untuk mengganggu stabilitas negara kuat seperti Alengka.
Status quo Sang Dewi
rasanya akan berkepanjangan. Kabar ini akhirnya sampai juga ke negara Lokapala.
Prabu Danaraja, raja Lokapala yang baru saja duduk di tahta menggantikan ayahnya,
masih bujangan ting-ting. Konon, cakepnya sekelas Brad Pitt. Segudang perempuan
pasti mau kalau dia mengajak kawin. Masalahnya, sang Prabu Danaraja ini
tergila-gila abis oleh Dewi Sukesi. Dia juga tahu persis, ayahnya yang baru
saja meletakkan tahta dan menjadi pendeta itu, Begawan Wisrawa menguasai ilmu
persuratan yang diminta itu.
Mulailah Sang Danaraja
menggerilya bapaknya sendiri. Cara halus sambil mewek-mewek, sampai cara kasar
mau bunuh diri segala. Nah, begini jadinya. Anak polah bapa kepradah. Anak
bertingkah, ayahnyalah yang susah. Meskipun tahu itu larangan Dewa, tapi harus
berbuat apa? Ada pikiran untuk mengajari sang anak dengan ilmu itu, biar
anaknya sendiri yang jalan, tapi bukannya larangan itu akan dilanggar dua kali?
Akhirnya dengan sikap apa boleh buat, demi kebahagiaan sang anak, berangkatlah
Begawan Wisrawa ke Alengka, melamar Sukesi untuk anaknya, Sang Danaraja.
Prabu Sumali di
Alengka, senang betul menerima Wisrawa yang kakak seperguruannya itu. Pikirnya
pas betul kalau Sukesi mendapatkan jodoh seorang Danaraja. Percaya penuh akan
keluhuran budi dan bersihnya hati sang kakak seperguruan, Sumali mengijinkan
Sukesi untuk diajak Wisrawa ke tempat terpencil agar tidak ada orang lain yang
mendengar uraian surat itu. Dan Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
itupun mulai kawedhar. Dhuaaaaar!!!!
Kahyangan, tempat Dewa
bersemayam, ribut besar, gonjang-ganjing. Rahasia Dewa dibuka oleh anak manusia
yang tak berhak menuturkannya!
Batara Guru, penguasa
tunggal Kahyangan marah bukan main lalu mengutus Batara Kamajaya dan Batari
Ratih, pasangan Dewa dan Dewi Cinta untuk turun ke dunia, menghukum Wisrawa dan
Sukesi. Pasangan yang nerak angger-angger (melanggar aturan) itu.
Usai mendengar uraian
surat itu, Batari Ratih menyusup masuk ke jiwa Sukesi. Pandangan Sukesi yang
semula melihat Wisrawa sebagai sosok ayah dan guru, segera berubah menjadi
sosok kekasih. Seketika Sukesi ambruk ke pangkuan Wisrawa menyerahkan dirinya.
Wisrawa yang kuat iman dan tinggi pekertinya kukuh menolak penyerahan ini
sambil mengingatkan Sukesi bahwa dirinya hanyalah sekedar utusan. Utusan
seorang pria yang jauh lebih pantas daripada dirinya untuk jadi suami Sukesi.
Tapi Sukesi menyatakan
bahwa sejak awal, dia hanya mau diperistri oleh seorang laki laki yang mampu
menceritakan kepadanya rahasia surat itu. Tidak peduli dia utusan atau tidak.
Dalam kondisi ini Batara Kamajaya menyusup masuk dalam jiwa Wisrawa dan membobol
pertahanannya. Kemudian segala macam pertimbangan, baik, buruk, benar, salah
semuanya menghilang. Yang ada hanya nafsu. Dua mahluk itupun tenggelam dalam
jerat asmara penuh angkara (kalau dalam film Indonesia, adegan macam ini lantas
dipotong dan diganti klip lautan yang menggelora).
Apa mau dikata,
hubungan tak patut ini membuahkan keturunan. Sang jabang bayi lahir bersama
bulan mati, hujan lebat, angin prahara dan petir bersahutan. Setan tertawa
menandai lahirnya Raja Angkara di masa depan. Sang Dasamuka. Usai kelahiran
Dasamuka, pasangan ini masih saja tenggelam dalam nafsu, dan berturut-turut
lahirlah buah nafsu itu, Kumbakarna kedua dan Sarpakenaka ketiga. Tiga bayi
berwujud raksasa dari pasangan manusia biasa. Setelah kelahiran Sarpakenaka,
Batara Kamajaya dan Batari Ratih menganggap hukuman telah cukup, dan mereka
segera keluar dari jiwa sepasang manusia itu.
Wisrawa dan Sukesi
segera sadar dari jeratan nafsu yang membelit mereka. Penyesalan yang lahir
praktis tidak ada gunanya. Mereka turun dari pengasingan dan menghadap Sumali
yang apa boleh buat, akhirnya merestui hubungan itu dan menikahkan mereka.
Mereka bertobat dan mohon ampun atas dosa-dosa mereka. Setelah pertobatan dan
restu ayahanda, pasangan ini melahirkan anak keempat berwujud manusia berwajah
cakap. Sang Wibisana, yang kelak selalu mengingatkan kakak-kakaknya ketika
bertindak salah.

Jadi, pesan moral yang
tersirat kuat dalam kisah di atas adalah, manakala sudah berani menentukan
pilihan hidup atau profesi haruslah setia dengan sumpah atau ikrar yang
diucapkan. Jangan seperti Resi Wisarwa. Sudah mengikrarkan diri menjadi pendeta
atau brahmana atau pun ulama misalnya, namun demi kepentingan sesaat yang
bersifat pribadi dengan sengaja melakukan tindak perbuatan yang bertentangan
dengan nilai dan norma yang dianutnya.
Orang tua mencintai
anak adalah hal wajar, namun sebaiknya jangan berlebihan. Apalagi memanjakannya
dengan setiap kemauannya dituruti. Resi Wisrawa mengalami nasib buruk karena
terlampau ingin memenuhi kehendak Prabu Danapati yang tidak dapat diwujudkan
oleh sang anak sendiri.
Kemudian, hubungan seks itu sebaiknya tidak
melulu didasarkan atas nafsu semata. Di sana terkandung satu tujuan, titipan
dari Sang Maha Pencipta, untuk melestarikan spesies kita, umat manusia. Doa,
harapan dan kondisi mental yang kuat dari sang Calon Ayah dan Sang Calon Ibu
yang mengiringi pembuahan sel telur oleh sperma akan membantu Sang Maha
Pencipta meniupkan ruh yang baik kepada Sang Penerus. Kalau hanya nafsu yang
dikedepankan, Dasamuka lah wujudnya. Nafsu akan membuahkan Angkara. Bijak
dan masih relevan dengan kekinian toh?
Profilbook.....
BalasHapus