Ngelmu lan kasekteni
iku ora kanggo pribadi, nanging kanggo nulung marang sapada-pada. (Ilmu dan
kesaktian itu bukan untuk diri kita sendiri, melainkan untuk menolong sesama).
Sabda-sabda dari Prabu
Jayabaya dihafal dan disebarkan para pengikutnya secara lesan maupun tertulis.
Manuskrip-manuskripnya mampu menjadi rujukan dan prediksi masa depan para
pengagumnya. Sampai saat ini Prabu Jayabaya menjadi legenda yang setiap ramalannya
dianggap titis, dan menyimpan rahasia kebijaksanaan bagi siapapun untuk menjadi
hidup.
Pada saat itu, sang
Prabu harus menghadapi dunia yang konon disebut sebagai ‘Jaman Kaliyuga’,
dimana tanda-tanda akan berakhirnya sebuah dinasti sudah muncul. ‘Jaman
Kaliyuga’ melanda kerajaan Kediri dan membuat kerajaan itu hancur pada sekitar
tahun 1222 M. Semua tanda-tanda muncul karena Prabu Kertanegara atau biasa
dikenal dengan Prabu Dandanggendis, seringkali bersikap lalim dan
sewenang-wenang sehingga menyakiti hati para Brahmana. Akibatnya, sering
terjadi bencana alam, kekacauan, dan perang saudara.
Ken Arok yang
merupakan penguasa Tumapel setelah menjatuhkan dan mengambil alih kekuasaan
Akuwu Tunggul Ametung, serta memperistri Ken Dedes, melihat kerajaan Kediri
yang semrawut dan di ambang kehancuran. Ken Arok mencoba memanfaatkan konflik
internal kerajaan Kediri. Singkat cerita Ken Arok berhasil membuat para
Brahmana kerajaan Kediri bangkit dan membantu Ken Arok untuk menduduki
singgasana Kediri. Hingga pada akhirnya, sekitar tahun 1222 M kerajaan Kediri
berhasil di caplok dan ditumbangkan Tumapel.
‘Jaman Kaliyuga’
merupakan ironi sebuah negeri, mungkin begitu yang dipikirkan sang prabu. Ia
sadar, bahwa keperkasaan Kediri tinggal menunggu waktu saja. Bagaimana tidak,
disaat kerajaan-kerajaan lain berpacu dalam membasmi kemiskinan, meningkatkan
pendidikan dasar dan kesehatan rakyatnya, di kerajaannya waktu malah berputar
sebaliknya. Sang prabu berpikir, saat itu air tidak lagi mengalir dari sungai
ke lautan, melainkan lautan yang mengalir ke sungai.
Idiom ‘jaman Kaliyuga’
mungkin tepat untuk menggambarkan keadaan negeri kita saat ini. Sebagai sebuah
negeri atau negara lebih tepatnya, Indonesia memang sedang menyerempet pada
bahaya kehancuran. Vivire Pericolosa, atau sedang menyerempet-rempet bahaya.
Kehancuran rasa nasionalisme, kehancuran moral, kehancuran budaya baik itu atas
nama kesucian agama, sukuisme, politik dan lain sebagainya. Sungguh, jika
pemerintah hanya membiarkan segala permasalahan berlarat-larat maka yang akan
terjadi di negeri ini hanya kehancuran total. Lihat saja bencana alam,
rasialisme, pembunuhan etnis, perang atas nama agama, mental korup para abdi
negara, kekacauan politik, seakan menjadi budaya baru yang menggeser
budaya-budaya luhur peninggalan nenek moyang.
Sebagai sebuah negara,
Indonesia harus berhati-hati. Harus belajar banyak pada prahara-prahara besar
sejarah mala lalu. Negara ini sering terperosok dan jatuh dalam lubang
kesalahan yang sama. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Kondisi ‘Jaman
Kaliyuga’ pada saat melanda dan kemudian menghancurkan kerajaan Kediri, sangat
relevan dengan apa yang dialami bangsa ini. Saat ini.
Jika bangsa-bangsa
lain sibuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan berlomba-lomba menyediakan
ruang publik yang nyaman. Memberikan pelayanan kepada publik dengan maksimal.
Memberikan kesejahteraan bagi rakyat dengan membangun tempat-tempat penampungan
para tunawisma, serta melakukan terobosan di bidang ilmu pengetahuan. Yang
terjadi di negara kita malah sebaliknya, banyak pejabat negara yang memakan
uang rakyatnya sendiri. Perkelahian bahkan saling bunuh sesama saudara
sebangsa. Prinsip-prinsip luhur seperti Pancasila sebagai filosofi dasar
negara, menguap dan semakin ditinggalkan.

Meski dilanda ‘jaman Kaliyuga’, bukan berarti
tidak ada secercah harapan untuk negeri ini. Karena masih ada harapan yang
lebih baik ke depan. Bahkan sang Prabu sendiri meramalkan, akan datang ‘jaman
Kretayuga’ atau ‘Kalakreta’, setelah ‘jaman Kaliyuga’. ‘Jaman Kretayuga’
merupakan jaman yang gemilang, jaman yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem
kerta raharja, jaman keemasan dimana rakyatnya makmur dan sejahtera. Tapi
menurut sang Prabu, perubahan jaman itu tidak terjadi begitun saja, melainkan
melalui tangan sang pembebas atau yang disebut Ratu Adil. Sekarang yang jadi
pertanyaan, siapa yang akan menjadi Ratu Adil negeri ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar