Orang Jawa punya kebiasaan ngidung atau nembang.
Baik ngidung maupun nembang keduanya
sama-sama menjadi klangenan masyarakat Jawa dalam merefleksi hidup. Seringkali
kebiasaan itu berjalan beriringan dengan kegemaran mendengarkan lantunan
gamelan Jawa, atau yang biasa disebut klenengan.
Pada sore hari
selepas bekerja, masyarakat Jawa di pedesaan kerap menyenandungkan
tembang-tembang Macapat. Ada sebuah ketenangan batin yang dirasakan setiap kali
bait demi bait dinyanyikan. Demikian pula dengan sebuah tembang atau
kekidungan, yang diberi judul Kidung Rumekso Ing Wengi. Kidung ini juga
dikenal dengan nama “MANTRA WEDHA”. Berdasarkan cerita tutur, kidung ini
diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo yang menyebarkan agama
Islam di Tanah Jawa.
Kidung ini biasa
dinyanyikan pada malam hari, atau selepas shalat malam. Sebagaimana maknanya,
Kidung Rumekso Ing Wengi bertujuan menyingkirkan diri dari balak atau gangguan,
baik yang nampak maupun tidak. Kidung ini juga mengingatkan manusia
agar mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari
kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat. Dengan demikian kita dituntut untuk
senantiasa berbakti, beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Begini bunyinya,
Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno
(Ada sebuah kidung doa permohonan
di tengah malam. Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua
penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau
mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat, guna-guna tersingkir.
Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap.)
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak
(Semua penyakit
pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua
senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi
tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak,
gua orang, tanah miring dan sarang merak.)
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa
(Kandangnya
semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab
badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan
semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku
adalah nabi Musa.)
Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman
(Nafasku nabi
Isa yang teramat mulia. Nabi Yakub pendengaranku. Nabi Daud menjadi suaraku.
Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku. Nabi
Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi rupaku. Ali sebagai kulitku. Abu
Bakar darahku dan Umar dagingku. Sedangkan Usman sebagai tulangku.)
Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhammad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal
(Sumsumku adalah
Fatimah yang amat mulia. Siti Aminah sebagai kekuatan badanku. Nanti nabi
Ayub ada di dalam ususku. Nabi Nuh di dalam jantungku. Nabi Yunus di dalam
otakku. Mataku ialah Nabi Muhammad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam
dan Hawa. Maka lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.)
Beberapa kalangan mengatakan,
untuk mengamalkan kidung ini, seseorang haruslah puasa mutih selama 40 hari dan
ngebleng semalam. Kidung ini dibaca di halaman rumah atau pelataran waktu
tengah malam sebanyak 11x. Dan setelah puasa, do’a kidung ini cukup dibaca satu
kali.